oleh

Tambang Batu Teratai Di Desa Lubar OKU Selatan Diduga Tak Miliki Izin

OKU SELATAN – Raungan deru mesin excavator memecah keheningan sebuah kawasan pertanian di Desa Lubar Kecamatan Simpang Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Provinsi Sumatera Selatan.

Mesin excavator tersebut sejak pagi hingga petang tak henti terus menggali tanah kawasan tersebut untuk mendapatkan batu akik jenis teratai.

Lahan yang digali menggunakan excavator tersebut berupa hamparan tanah dikawasan lahan pertanian yang banyak ditanami padi, sayur mayur dan juga kebun kelapa sawit.

Risan, warga sekitar yang kebetulan melintas di jalan desa sekitar lokasi pertambangan tersebut kepada awak media yang mendatangi lokasi itu menjelaskan bahwa excavator tersebut kurang lebih telah 2 minggu melakukan penggalian di wilayah itu.

 

Warga Duga Tak Memiliki Izin

“Sudah 2 mingguan alat berat (excavator) itu bekerja disana, mereka mencari batu teratai pak,” ujar Risan, Jum’at (15/4/2022).

Menurut Risan, warga sekitar khawatir jika kawasan mereka terus digali untuk dijadikan kawasan tambang maka akan merusak lahan pertanian mereka.

“Sebenarnya warga khawatir kalau lahan pertanian rusak, dan warga juga bertanya-tanya apakah tambang itu memiliki izin atau tidak, kalau banyak warga menduga tak ada izin,” duganya.

Saat awak media menyambangi tambang batu akik jenis teratai tersebut, nampak para pekerja sebagian tengah beristirahat di bawah rindangnya pohon sawit dan sebagian lainnya masih asik memeriksa tanah hasil galian excavator apakah ada batu yang mereka harapkan atau tidak.

Para pekerja tambang batu teratai di Desa Lubar tengah beristirahat

“Jumlah kami yang bekerja disini ada 13 orang termasuk operator excavator,” tutur Dedi salah satu pekerja saat dibincangi awak media dilokasi tambang.

Dijelaskan oleh Dedi bahwa lahan yang mereka tambang itu memiliki lebar kurang lebih 1 hektare.

“Bos kami sewa lahan itu, saat ini dalamnya lubang galian paling sekitar 12 meter, nanti kalau sudah selesai lubang ditutup lagi,” terangnya.

Para pekerja di tambang tersebut dijelaskan oleh Dedi mendapatkan upah dengan sistem persentase dari pemilik usaha tersebut.

“Kami dapat upah berdasarkan persentase batu yang kami peroleh, rata-rata kami dapat Rp. 10.000 per kilo dari batu yang kami peroleh dari tambang ini,” cerita Dedi.

Dilanjutkan oleh Dedi bahwa perhari mereka mendapatkan batu jenis teratai paling banyak 100kg.

“Rata-rata 100 kg, pehari, tapi pernah juga zonk, gak dapat sama sekali, dari hasil yang kami dapat itulah kami bagi orang 13 ini sambungnya.

Saat disinggung siapa pemilik usaha pertambangan tersebut apakah milik pribadi atau milik perusahaan, secara tegas Dedi menjelaskan bahwa usaha tambang tersebut milik pribadi.

“Ini milik pribadi (sembari menyebutkan nama seorang tokoh terkenal di OKU Raya) bukan milik perusahaan,” tegasnya.

Terkait usaha pertambangan tersebut apakah memiliki izin atau tidak dari pemerintah, Dedi menjelaskan bahwa dirinya tidak tahu akan hal tersebut.

“Kalau masalah izin, saya tidak tahu, langsung saja tanya dengan Pak Yani, dia koordinator kami disini, beliau anggota (oknum anggota TNI bertugas di Lanudad Gatot Subroto Way Kanan Lampung),” bebernya.

Saat awak media menghubungi Yani yang menurut para pekerja merupakan koordinator pertambangan batu akik jenis teratai di Desa Lubar tersebut, melalui sambungan telepon pria tersebut membenarkan bahwa dirinya adalah koordinator di kegiatan tambang tersebut.

“Benar saya koordinator disana, saya diperintahkan Pak Ruslan, ” ucap Yani melalui sambungan telepon.

Menurut Yani, selaku koordinator dirinya diperintahkan untuk melihat alat yang bekerja disana, serta melihat hasil dan kondisi di lapangan.

Terkait status pertambangan tersebut apakah milik perusahaan atau milik pribadi sebagaimana yang disampaikan oleh para pekerja, serta apakah tambang tersebut memiliki izin atau tidak, Yani tidak secara tegas menjawabnya.

“Walau milik pribadi kan juga belum tentu ilegal,” kilahnya.

Saat ditanya terkait IUP penggalian batu hias wilayah Desa Lubar Kecamatan Simpang OKUS yang dimiliki perusahaan lain (PT. Buay Tumi Lampung), Yani menyampaikan bahwa usaha pertambangan mereka satu surat dengan PT. Buay Tumi Lampung.

“Sebenarnya itu satu surat dengan Buay Tumi Lampung,” ujarnya.

Namun dirinya juga menyampaikan bahwa yang saat ini menambang di Desa Lubar bukanlah satu perusahaan dengan PT. Buay Tumi Lampung.

“Kalau satu perusahan enggak satu perusahaan, tapi yang nyuruh saya (Ruslan) orang Buay Tumi Lampung, Pak Ruslan yang urus IUP Buay Tumi Lampung,” tandasnya.

 

PT. Buay Tumi Lampung Bantah Tambang Milik Mereka

Terpisah Juanda Ariato, SE., Humas PT Buay Tumi Lampung saat dihubungi menegaskan bahwa pihaknya tidak ada sangkut paut dengan kegiatan penambangan yang saat ini tengah berlangsung di Desa Lubar tersebut.

“Tidak, kami tidak terlibat sama sekali, mereka yang saat ini melakukan penambangan bukan dari kita, mereka bukan orang PT. Buay Tumi Lampung,” tegas Juanda.

Dijelaskan oleh Juanda, bahwa sejak awal Januari 2022 pihak PT. Buay Tumi Lampung sudah menghentikan semua kegiatan pertambangan di OKU Selatan. Menurut Juanda penghentian kegiatan penambangan di Desa Lubar mereka hentikan karena tidak mendapat batu sebagaimana yang mereka harapkan, sehingga mereka tidak mampu membayar retribusi dan pajak kepada pemerintah.

“Jadi mereka jangan membawa-bawa nama PT. Buay Tumi Lampung, kami akan tempuh jalur hukum kalau itu masih mereka lakukan,” tambahnya.

Selanjutnya awak media mencoba mengkonfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup OKU Selatan melalui Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup OKU Selatan H. Turyadi terkait kegiatan penambangan di Desa Lubar tersebut, namun sayangnya hingga berita ini di publikasikan yang bersangkutan belum merespon pesan whatsapp yang dikirim awak media. (Read)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed